Kaum Terpelajar Dan Lokomotif Perubahan ( Sebuah Tinjuan Terhadap Peran Mahasiswa Dewasa Ini)


Beberapa saat yang lalu, tokoh Soe Hok Gie mulai hangat di perbincangkan serta telah menjadi sebuah diskursusu di kalangan remaja Indonesia. Memang betul, Soe Hok Gie merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pergerakan mahasiswa tahun 1960 an. Seorang aktivis yang selau menyuarakan perlawanan terhadap tindakan pemerintah yang tidak memihak kepada rakyat, melakukan aksi demonstrasi di jalan ? jalan sebagai sebuah bentuk perlawanan beliau terhadap kebijakan pemerintah di zamannya, sayang Gie terperangkap gas beracun di sebuah puncak pegununghan dalam perjalanan alam yang menyebabkan beliau mati muda.

Sebetulnya ada satu tokoh lagi yang menjadi simbol pergerakan mahasiswa dalam melawan segla macam bentuk penindasan kebijakan pemerintah pada tahun 60 an beliau adalah Ahmad Wahid, seorang Madura yang selalu melakukan perenungan diri terhadap realitas yang ada dan melakukan kritik terhadap realitas dassein yang bertentangan dengan dassolen. Sayang beliau juga mati muda. Yang akhirnya perjuangan kedua aktivis tersebut terhenti di tengah jalan dan belum menemukan ujung dari sebuah bentuk perlawanan. Ketika diibaratkan kedua tokoh ini bagaikan dua ?mata keeping logam yang saling melengkapi?. kedua tokoh tersebut merupakan sebagian kecil dari sebuah bentuk peran mahasiswa/kaum terpelajar melawan realitas yang bertentangan dengan idealnya. Tetapi pada hari ini mulut yang menyuarakan kebenaran dan keberpihakan kepada rakyat hilang bagaikan di telan bumi seiring dengan pengaruh globalisasi dan makin timbulnya sifat induvidualistis manusia dalam berinteraksi, sehingga masyarakat bersifat apatis terhadap perubahan sosial yang terjadi

Sosok Gie dan Ahmad Wahid kedua aktivis muda ini dapat di jadikan sebagai inspirasi untuk melawan segala macam bentuk penindasan dan tidak keberpihakan birokrasi kepada rakyat. Hal ini terbukti dengan munculnya gelombang perlawanan kaum terpelajar pada tahun 1998, terhadap barbagai macam bentuk tindakan pemerintahan yang otoriter, represif, sentralistis. yang dari gelombang perlawanan tersebut adalah tumbangnya pemerintahan Orde Baru yang di pimpin Soeharto. Mahasiswa menunjukkan teringnya bahwa mereka mampu menjadi garda depan sebagai ?agnet social of change?. Dan menjadi orang ? orang yang berpihak kepada rakyat, atas segala macam ketidakberpihakan pemerintah.

Terlepas dari masalah gelombang perlawanan kaum terpelajar pada tahun1998 tersebut, mari songsong hari esok dengan secercah cahaya, dengan berkaca pada realitas yang ada pada hari ini. Mengutip bahasnya Soe Hok Gie ?the day is tomorrow, the tomorrow of the sruggle for a better life?. Tuntutan modernitas dengan pengaruh globalisasinya menyebabkan banyak dari kaum terpelajar terspesifik kepada mahasiswa tidak mengetahui esensi dan peran utama dari mahasiswa itu sendiri, hari ini bukti empirik yang ada membuktikan bahwa mahasiswa serasa makin kehilangan ghirah/semangat berjuang untuk melawan penindasan yang di lakukan oleh pemerintah, yang tidak berpihak kepada rakyat dan mahasiswa lebih cenderung bersifat apatis dalam melihat fenomena kehidupan sosial bangsa Indonesia khusunya, yang menjadi pertanyaan adalah apakah mahasiswa kehilangan ghirrah untuk melakukan perlawanan atau malahahan tidak memiliki kapasitas intelektual dan basic untuk melakukan perlawanan tersebut????

Disorientasi gerak mahasiswa?

Bukti empirik dan riil di lapangan menyebutkan pada hari ini jumlah mahasiswa yang cendrung bersikap apatis dan hedonis yang selalu mengikuti perkembangan zaman dengan segenap perubahan global, lebih banyak daripada mahasiswa yang mau berdiskusi dan senantiasa menyuarakan hak ? hak dasar rakyat. Memang dilematika gerak dan langkah mahasiswa tersebut tak dapat kita salahkan sepenuhnya kepada mahasiswa itu sendiri, tetapi banyak element penting yang terkait mengapa hal ini bisa terjadi dan mengalami degradasi.

Kecendrungan seperti itu tidak dapat kita elakkan, karena tuntutan zaman dengan segenap modernitasnya yang menyebabkan mahasiswa dan kaum terpelajar lainnya bertindak halnya orang yang berglamor ria dan cendrung bersikap hedon. Untuk itu perlu di lakukan sebuah usaha dari mahasiswa itu sendiri, untuk merubah pola dan tingkah laku diri mereka sendiri dan cobalah melihat realitas bangsa ini yang acap kali mengalami degradasi nilai di segala bidang. Jangan kita larut akan kehidupan globalisasi yang takkan ada hentinya, tetapi perlu sebuah upaya kontemplasi dan memahami kembali peran awal kaum terpelajar dalam dinamika kehidupan bangsa Indonesia, kita bisa melihat contoh dari sosok Soe Hok Gie dan Ahmad Wahid dalam melakukan tindakan yang menentang setiap kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada rakyat kecil dan selalu menyuarakan hak ? hak rakyat. Kalau kita terinspirasi oleh gebrakan sosial yang di lakukan oleh kedua tokoh tersebut dan melakukannya dalam sebuah bentuk rill action dengan selalu memperjuangkan hak ? hak rakyat, maka bukan tidak mustahil akan muncul sebuah frame publik yang berbunyi ?manusia baru abad 20?. Sekarang kembali pada diri anda, apakah ingin menjadi agen sosial untuk perubahan atau memilih apatis dalam bersikap sebagai sebuah konsekuensi?????

Tidak ada komentar: